Friday, October 24, 2008

KEHAMPAAN AMAL MA’RUF NAHI MUNGKAR MASYARAKAT MODERN


KEHAMPAAN AMAL MA’RUF NAHI MUNGKAR MASYARAKAT MODERN
OLeh : Hozaini

Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghmat kerja dan membikin idup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit kepada kita? Jawaban yang sederhana adalah – karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakannya secara wajar.

Pesan Albert Einstin yang di sampaikan kepda Mahasiswa Kalifornia

Dari aforisme seorang teoritis terbesar dalam bidang ilmu alam tadi, pantaslah cendikiawan zaman modern ini untuk merasa tersinggung. Sebab manusia sekarang jangan di tanya masalah benar dan salah, baik dan buruk meskipun dari kaidah ilmu pengetahuan, karena sekarang tak ada manusia yanng tak berpengetahuan. Tetapi juga jangan mencari pribadi yang konsekwen dalam amal ma’ruf nahi mungkar. Andai manusia modern mau jujur, terlalu munafik pada potensi fitrah sebagai khalifah dimuka bumi, dan juga pada khazanah ilmu pengetahuan untuk mengatakan telah menyempurnakan amal ma’ruf nahi mungkar.Shahabat Umar pernah berkata demikian, bagaimana mungkin saya dikatakan peduli pada penderitaan rakyat, jika saya tidak merasakan apa yang mereka rasakan. Oleh karena implementasi amal ma’ruf nahi mungkar harus menjadi tanggung jawab ulama’ dan pemimpin sebagai simbol pribadi yang berpengetahuan, berwibawa dan punya kekuasaan dalam membina stabilitas sosial kemasyarakatan. Jadi, ulama’ dan pemimpin adalah figur publik yang disegani dan di hormati, wajarlah untuk mencontohkan keteladanan amal ma’ruf dan mengajarkan aplikasi nahi mungkar dengan realita.Pertanyaan yang pantas di ajukan untuk ulama’ dan pemimpin terkait dengan gagasan solusinya Shahabat Umar dan Albert Einstin tadi. Bagaimanakah kepedulian ulama’ dan pemimpin pada masyarakatnya, dan bagaimanakah seorang Ulama’ dan Pemipin menggunakan ilmu pengetahuannya?. Tentu saja manusia secara keimanan tidak akan punya ketergantungan pada siapapun untuk mengerjkan amal ma’ruf, akan tetapi realita kehidupan dalam konteks sosial, manusia yang di pandang punya pengetahuan yang lebih tinggi dalam pandangan secara umum kemasyarakatan selalu di tempatkan sebagai pemimpin. Dari sinilah dapat di amati keseimbangan istiqoah dan tanggung jawab amanah untuk nahi mungkar.Maka fenomena umat sekarang, melalui tilik mata batin penulis mengasumsikan. Bahwa pondasi keimanan untuk teori keimanan semata, dan ilmu pengetahuan untuk wacana dan teori yang hampa dalam logika. Terjadilah kehampaan dalam pondasi keimanan untuk mengorentasikan ilmu pengetahuan dalam aplikatif amal ma’ruf nahi mungkar. Wajar kalau akibatnya militansi amal ma’ruf nahi mungkar lebih mungkin terjadi dalam bentuk kekerasan. Hal ini merupakan akibat dari sikap muslim sekarang ini kurang kreatif dan inovatif dalam membina kebersamaan dengan kasih sayang dalam kebersatuan. Yakni lebih mementingkan egoistik personal untuk kebahagiaan dan kesejahteraan intern semata dengan alasan kepentingan bersama, padahal sifat ini adalah eksotis yang hanya di mengerti oleh pelakunya sendiri.Sebenarnya zaman modern ini bukan kebutaan dan kebodohan yang di alami umat manusia dalam pertimbangan benar-salah. Tetapi ketidak seriusan menjadikan mental berakidah membangun amanah tanggung jawab, bahwa keamanan, kedamayan, kesejahteraan dan peradaban adalah tanggung jawab manusia bersama. Oleh kerena terlalu pintar manusia modern ini mempoles intern kepentingan dengan simbolik keimanan, keislaman. Maka kesholehan hanya menjadi tontonan bukan tuntutan untuk perubahan ke arah moral manusia yang beradab. Walaupun penulis di sini tak berani mengatakan akidah, agama, ilmu pengetahuan menjadi ujud yang komersil. Tetapi sebagai akibatnya tuntutan amal ma’ruf nahi mungkar hanya berfungsi dalam pemahaman teori pengetahuan yang hampa dalam esensinya, bahwa amal ma’ruf nahi mungkar sebagai kontrol peradaban.Kenapa agama yang Hanif ini, telah di bekali kitab suci dan sunnah nabi yang manjadi warisan bagi para ulama’ menjadi mata rantai taqlid, talfiq, dan ittiba’ perinsip pandangan hidup manusia hanya menjadi hukum teks dan wacana kecerdasan otak, bukan kecerdasan prilaku sebagai umat yang punya jati diri ajaran agama. Memang tidak bisa di ingkari persepsi tadi menjadi akar keimanan yang kemudian menjadi batang keislaman seseorang, yangn di harapkan berbuah kasih sayang dalam bingkai ihsan, yang bukan hanya menjadi drama wacana. Dari kenyataan ini, fungsi keimanan seakan masih hampa sebagai pondasi tanpa gedung-gedung keislaman yang kokoh untuk membangun keutuhan agar kehidupan ini menjadi ihsan satu-kesatuan. Tetapi sekali lagi kenapa yang terjadi dalam tubuh masyarakat modern ini justru perbedaan yang memicu perpecahan. Inilah salah satu hilangnya esensi media dakwah dalam hakekat mengajak kepada kebaikan dengan penuh lemah lembut dan kasih sayang untuk melindungi, mengayomi sebagai ujud amal ma’ruf nahi mungkar tersosialisasikan dalam aplikatif yang nyata.Dari problematika amar ma’ruf nahi mungkar, mungkin masyarakat modern ini kehilangan semangat dan kepercayaan, sehingga kekerasan, keberutalan, penidasan, bahkan manusia menjadi binatang bagi saudaranya sendiri, karena tidak serius terhadap nilai-nilai agama, ilmu pengetahuan untuk digunakan secara wajar. Hal ni sesuai dengan pendapatnya Shahabat Ali, “perkara yang hak tapi tidak terorganisir dengan rapi akan terkalakan dengan perkara yang batil (sepele) tapi terorganisir dengan baik dan rapi”. Sebenarnya makna persepsi inilah yang tidak di istiqomahi oleh umat modern ini sehingga kepemimpinan tidak bisa melahikan keamanan, kedamayan, dan kesejahteraan dalam memakmurkan bangsa ini. Semoga kita senantiasa di beri petunjuk dan kekukatan untuk menegakkan amal ma’ruf nahi mungkar untuk kemaslahatan umat. Aminnnnnnnn

No comments:

Followers